Ini Pendapat IP Terkait Pemindahan Ore Nikkel . DLH Lutim Merasa Di Lecehkan

oleh
oleh

UPOS, Luwu Timur – Terkait Pemindahan Ore Nikkel PT PUL yang menuai protes dari DPRD Provinsi Sulsel, DPRD Luwu Timur, dan DLH , Muhammad Ramli. Analis Keselamatan Pertambangan Kementrian ESDM yang ditempatkan pada ESDM Propinsi Sulsel ( Inspektur Tambang ) akhirnya merilis pandangannya terkait pemindahan Ore Nikkel dengan alasan takut logsor oleh PT PUL. Kamis ( 30 /01/2020 )

Menurut Muhammad Ramli, Opini yang berkembang bahwa ore di site PT PUL dapat berbahaya jika tidak segera di turunkan dari site ke EFO tidak sepenuhnya benar. Pihak PT PUL beralasan bahwa ore sebanyak ± 6.000 Ton yang di tumpuk merupakan mineral lepas (lose) yang tidak lagi kompak, sehingga jika terjadi hujan akan menjadi beban longsor.

Perlu dipahami bahwa ore yang dimaksud merupakan jenis saphrolit yang secara fisik lebih berpasir, memiliki rongga lebih besar dalam arti porositas lebih tinggi sehingga mampu meloloskan air yang terinfiltrasi. Air yang jatuh di permukaan ore tadi akan mudah meresap dan lolos menjadi run off dan tidak berpengaruh besar menambah beban (Tonase) ore. Itu jika di bandingkan dengan Top soil dan Overburden yang juga menumpuk di antara tumpukan ore yang dipersoalkan.

Menutup ore dengan terpal sebagai upaya menghindari kontak air hujan dengan ore akan menjadi solusi teknis yang tepat untuk masalah ini jika ore terpaksa tidak dipindahkan dalam waktu dekat.
Secara fisik, Top soil dan OB berpasir sangat halus hingga melempung, artinya hampir menyerupai sifat lempung yang tingkat porositas sangat kecil sehingga mudah jenuh air karena tingkat kelolosan air kecil jika di banding dengan ore yang berjenis saphrolite.

Air yang masuk di material OB dan Top Soil tentu akan menjadi factor yang menambah beban ( Tonase) tumpukan.
Dengan demikian jika terjadi hujan, beban yang di timbulkan oleh OB dan Top soil yang ada di lokasi jauh lebih besar. Belum lagi OB dan Top soil yang volumenya jauh lebih besar dibanding ore dalam keadaan terekspose langsung tanpa tanaman cover crop dalam waktu yang lama, Ditambah tidak adanya kajian geoteknik terhadap dimensi bench yang ada sekarang. Sehingga keamanannya tidak terjamin secara teknis.

Idealnya dimensi bench yang terbentuk baik dari akibat pengupasan material maupun bench yang terbentuk dari kegiatan penimbunan material wajib berpatokan pada hasil kajian teknis.
Disisi lain, pihak PT PUL berupaya menanggulangi keadaan dengan membangun beberapa tambahan seatling pond, beberapa diantara dibangun berjejer di lereng bukit akibat keterbatasan ruang/space di site.

Penambahan jumlah kolam tentulah dimaksudkan sebagai upaya untuk memperbesar daya tampung seatling pond agar dapat menampung semua air limpasan saat terjadi hujan deras. TAPI karena proses pembuatannya tidak di dukung oleh kajian teknis geohidrologi dan geoteknik, memunculkan 3 pertanyaan.

1.Apakah dimensi seatling pond yang telah ada, benar telah cukup menampung volume air lipasan sehingga tidak lagi terjadi over flow walau dalam keadaan debit hujan maksimal….??

2. Apakah desain seatling pond yang telah dibuat telah sesuai fungsinya mampu mengendapkan material lepas yang terbawa Bersama air run of, sehingga air tersebut telah dibawah baku mutu lingkungan sebelum keluar ke WIUP…??

3. Apakah letak dan posisi seatling pond yang dibuat berjejer di lereng bukit TIDAK menjadi beban dan pemicu longsor.
Ketiga pertanyaan diatas tentu hanya bisa di jawab dengan angka-angka yang diperoleh dari hasil kajian teknis oleh orang-orang berkompoten .

Bisa jadi seatling pond yang ada saat ini telah memenuhi standar teknis , sehingga opsi membuat seatling pond di elevasi rendah dan aman tidak lagi diperlukan.
Sehingga tidak salah karenanya jika Inspektur tambang merekomedasikan kajian geoteknik dan geohydrology sebelum ore yang ada di pindahkan ke EFO seperti keinginan manajemen PT PUL.

Penting diketahui bahwa desain tambang termasuk didalamnya desain bench, desain seatling pond, tata letak fasilitas dan lain -lain harusnya mengacu pada kajian geoteknik dan geohydrology yang seharusnya telah termuat dalam dokumen Fisibility Study ( Techno – ekonomi ) pada proses peningkatan eksplorasi ke operasi produksi.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur Andi Tabacina, mengatakan PT PUL jangan menggiring opnini seolah-olah pengangkutan Ore Nikkel ke Jetty dengan alasan takut longsor dan peduli dengan keselamatan warga. ” Kami merasa dilecehkan karena PT PUL memanfaatkan isu lingkungan untuk memindahkan ore nikkelnya.

Padahal solusinya bukan memindahkan ore ke Jetty. Menutupi dengan terpal juga solusi, sebab jika ore nya yang dia khawatirkan longsor lantas bagaimana dengan yang bukan ore yang juga kondisinya parah dan rawan longsor akibat aktivitas PT PUL. Apakah itu juga mau diangkut ke Jetty. Makanya dalam instruksi itu ada permintaan PT PUL harus melakukan Cover Crop , Penanaman pohon yang benar dan masih banyak poin yang harus ditaati PT PUL.

” Enak saja menggunakan isu lingkungan untuk pindahkan Ore nya ke Jetty, jika benar PT PUL peduli dengan keselamatan warga di bawahnya, jangan buru-buru pindahkan ore nya ke Jetty, tapi buru-buru dong benahi settlingpong dan OB nya. ” Ungkap Tabacina.

PT PUL dilarang melakukan kegiatan produksi oleh Inspektur Tambang  salah satu alasannya  melakukan aktivitas pertambangan yang tidak ramah lingkungan.  ( UjungPandang Pos /***)

No More Posts Available.

No more pages to load.