Palu Hakim, 5 Tahun Penjara Nurdin Abdullah

oleh
oleh

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Makassar, memutuskan Gubernur Nonaktif Provinsi Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (NA) terbukti menerima suap. Vonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Senin (29/11/2021) malam. (Ist)

UPOS, Makassar – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Makassar, memutuskan Gubernur Nonaktif Provinsi Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (NA) terbukti menerima suap.

Nurdin Abdullah mendapat vonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

“Menjatuhkan pidana pada terdakwa dengan penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider pidana kurungan 4 bulan,” ujar Hakim Ketua Ibrahim Palino, saat membacakan amar putusan, Senin (29/11/2021) malam.

Selain itu, Nurdin Abdullah juga mesti membayar uang denda pengganti atas suap yang diterimanya.

“Terdakwa akan dijatuhi hukuman tambahan berupa pembebanan uang pengganti sebesar 350 ribu dolar Singapura dan Rp2,187 miliar,” kata Hakim Ibrahim.

Selain membayar uang pengganti, barang-barang berharga Nurdin hasil suap senilai Rp5 miliar juga telah disita.

“Majelis hakim setuju dengan penuntut umum bahwa terdakwa akan dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam waktu tertentu,” tambahnya.

Diketahui, vonis untuk Nurdin ini lebih rendah dari tuntutan JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu pidana penjara 6 tahun dan denda Rp500 juta.

Tak hanya ganti rugi dan hukuman penjara, hakim pun menjatuhkan hukuman pencabutan hak politiknya selama tiga tahun, setelah Nurdin Abdullah dinyatakan bebas.

Nurdin Abdullah Pikir-pikir Banding

Nurdin Abdullah menyatakan, bakal memanfaatkan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir banding merespons vonis 5 tahun penjara atas kasus suap dan gratifikasi.

Hal itu disampaikan pengacara Nurdin, Arman Hanis usai mengikuti persidangan secara daring dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (29/11/2021) malam.

“Pak Nurdin menyampaikan bahwa dia pikir-pikir, semua akan dipertimbangkan. Kami akan diskusikan kembali dengan klien kami dan keluarga. Semua itu (pertimbangan hakim) akan kami pertimbangkan dengan baik,” ungkap Arman, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Arman menuturkan, ada sejumlah pertimbangan majelis hakim yang tidak mengakomodasi fakta persidangan. Satu di antaranya ialah terkait uang Rp2,5 miliar yang diamankan saat Operasi Tangkap Tangan (OTT). Menurut dia, dalam fakta persidangan ditemukan, bahwa Nurdin tidak mengetahui hal tersebut.

“Menurut kami itu salah satu yang berdasarkan fakta yang ada, majelis hakim enggak melihat itu,” jelasnya.

Sebelumnya juga, mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan Edy Rahmat divonis atas perkara yang sama pada hari ini. Edy Rahmat dijatuhi vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada kasus suap dan gratifikasi Gubernur nonaktif Nurdin Abdullah.

Edy pun dinyatakan terbukti bersalah, melakukan tindak pidana suap sebagaimana dakwaan jaksa.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Edy Rahmat terbukti secara sah meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama,” ucap Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino, dalam putusannya di Pengadilan Tipikor Makassar.

Sidang putusan terhadap Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat, digelar virtual dan ditayangkan secara langsung dari YouTube milik KPK RI.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Makassar, memutuskan Gubernur Nonaktif Provinsi Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (NA) terbukti menerima suap. Vonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Senin (29/11/2021) malam. (Ist)

Tergolong Vonis yang Ringan

Koordinator Forum Anti Korupsi (FAK) Sulawesi, Ahmad Mabbarani, menyarankan kepada Gubernur Sulsel non aktif, Prof HM Nurdin Abdullah, agar menerima keputusan Hakim Tipikor yang telah menjatuhkan vonis penjara selama lima tahun.

Menurutnya, vonis yang diberikan hakim Tipikor PN Makassar yang dipimpin Ibrahim Palino itu, tergolong vonis yang ringan dibanding tuntutan Jaksa KPK sebelumnya, yang menuntut 6 tahun penjara.

Ahmad juga menilai, vonis lima tahun penjara yang diberikan kepada NA jauh lebih ringan dibanding vonis yang diterima Gubernur lainnya yang juga dipidana karena kasus gratifikasi.

“Gubernur Jambi Zumi Zola yang dulu juga ditangkap KPK dan terbukti menerima gratifikasi, justu divonis lebih tinggi, yakni 6 tahun penjara dan denda 500 juta. Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, kasus gratifikasi juga, divonis 12 tahun, Gubernur Banten Ratu Atut, divonis 5 tahun 6 bulan. Jadi ini vonis yang paling ringan dari vonis-vonis kepala daerah yang terjerat kasus gratifikasi,” beber Ahmad Mabbarani.

Selain itu, Ahmad juga menyarankan NA, untuk berbesar hati dan tawadhu. Dengan adanya cobaan ini, kata dia, justru akan membuat NA disayangi Allah karena ikhlas menerima ujian dariNya.

“Saya meyakini, suatu saat nanti Allah akan mengangkat derajat Pak NA dan keluarganya karena ikhlas menjalani cobaan. Yang paling penting, lebih baik Pak NA memaafkan ajudannya, Syamsul Bachri yang disebut namanya banyak sekali oleh hakim,” ujarnya.

Dengan memberi maaf kepada orang-orang yang telah mengkhianatinya, lanjut Ahmad Mabbarani, justru membuat NA akan mendapat ridho Allah, sebab sesungguhnya Allah itu Maha Pemaaf, sehingga salah satu namanya Al Afuuw, Yang Maha Pemaaf.

Ahmad Mabbarani menambahkan, setelah vonis Hakim ini, dalam tujuh hari ke depan, NA akan dilobby oleh banyak pengacara untuk melakukan banding dan Kasasi. Memang, kasus seperti ini, kata dia, ditunggu-tunggu sejumlah oknum pengacara, karena kasus banding sangat seksi.

“Ya, pasti banyak pengacara yang akan membujuk NA melakukan banding, tapi saran saya, yah, sudah jalani saja, sebab meskipun Hakim Agung Artijo sudah lama menghadap Ilahi, tapi banyak kadernya di MA dan di PT. Bisa justru bertambah hukumannya,” papar Ahmad Mabbarani. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.